AI di Perbankan: Dari Hype ke Realisasi – Langkah Praktis bagi CIO dan CDO
Transformasi perbankan di era digital kini memasuki babak baru: era kecerdasan buatan (AI)
Setelah dua dekade fokus pada digitalisasi kanal dan efisiensi proses, bank-bank di seluruh dunia mulai menyadari bahwa AI—terutama Generative AI—bukan sekadar alat eksperimental, melainkan mesin pertumbuhan dengan ROI signifikan.
Namun, dalam konteks Indonesia, adopsi AI di perbankan tidak cukup hanya dengan membeli model atau membangun AI Lab. Kesiapan teknologi dan data menjadi fondasi mutlak agar AI benar-benar menghasilkan nilai bisnis.
Mengapa AI Sekarang?
Studi terbaru McKinsey menunjukkan tekanan yang dihadapi bank global kini semakin besar: margin bunga menurun, biaya operasional naik, dan kasus fraud meningkat tajam. Dalam situasi serupa, bank-bank yang berhasil mempertahankan profitabilitas adalah mereka yang memanfaatkan AI untuk:
- Optimalisasi pricing simpanan dan pinjaman melalui model prediksi perilaku nasabah
- Pencegahan fraud secara real-time dengan AI berbasis anomali
- Personalisasi layanan dan penawaran produk berbasis data pelanggan
- Efisiensi operasional back-office melalui otomatisasi berbasis Generative AI
Di Indonesia, peluangnya bahkan lebih besar. Kombinasi antara tingginya adopsi mobile banking dan rendahnya penetrasi produk keuangan kompleks menciptakan ruang inovasi yang signifikan bagi AI untuk mendorong cross-selling dan loyalitas nasabah.
Tantangan di Depan Mata: Kesiapan Teknologi dan Data
Dari pengalaman KED Consulting mendampingi transformasi digital, dua aspek menjadi bottleneck utama dalam adopsi AI yang berdampak:
- Kesiapan Arsitektur Data dan Data Engineering Pipeline. Banyak bank sudah memiliki data lake, namun belum memiliki arsitektur data yang memungkinkan integrasi dan akses real-time lintas sistem. Tanpa data pipeline yang bersih, terstandarisasi, dan aman, model AI akan cepat kehilangan relevansi dan keakuratan.
- Kesiapan Infrastruktur Teknologi dan Tata Kelola AI. Untuk memanfaatkan Generative AI di area seperti layanan pelanggan, risiko, dan kepatuhan, bank memerlukan governance framework yang kuat: manajemen model, privasi data, dan mitigasi AI hallucination—semua harus diatur sejak awal.
Tiga Langkah Praktis bagi CIO dan CDO pada 90 Hari Pertama Transformasi AI
Kami merekomendasikan tiga langkah praktis bagi CIO dan CDO untuk memulai perjalanan AI dengan fondasi yang kuat dan ROI terukur.
1. Audit Kesiapan Data dan Infrastruktur
- Petakan sumber data utama (core banking, CRM, digital channels, fraud systems).
- Identifikasi celah dalam kualitas data, latency, dan integrasi.
- Tentukan arsitektur target—data mesh atau modern data platform, yang mampu mendukung real-time AI use cases.
- Buat AI data blueprint yang menetapkan standar metadata, lineage, dan kontrol akses.
Tujuan akhir: memastikan data menjadi “AI-ready”, bukan hanya tersedia, tetapi juga terstruktur dan tepercaya.
2. Prioritaskan 2–3 Use Case dengan ROI Jelas
Jangan terpancing untuk meluncurkan inisiatif AI besar-besaran, fokuslah pada beberapa quick wins dengan dampak langsung pada bottom line:
- Fraud Detection AI untuk mengurangi kerugian transaksi dan mempercepat investigasi.
- Dynamic Deposit & Loan Pricing menggunakan model prediktif perilaku nasabah.
- Customer Service Copilot berbasis GenAI untuk efisiensi interaksi dan peningkatan CX.
Kami percaya bahwa inisiatif praktis dan berdampak seperti ini dapat menghasilkan ROI signifikan dalam jangka waktu relatif singkat, jika diimplementasikan dengan disiplin data dan tata kelola yang tepat.
3. Bentuk AI Taskforce Lintas Fungsi
AI bukan proyek teknologi semata. CIO dan CDO perlu membangun AI taskforce yang melibatkan:
- Bisnis (Retail, Lending, Risk, Fraud) – untuk menetapkan kebutuhan dan indikator sukses.
- Data & IT Teams – untuk menyiapkan platform dan pipeline.
- Legal & Compliance – untuk memastikan tata kelola data dan risiko model.
- Change & Talent Teams – untuk melatih karyawan menggunakan alat AI baru.
Dalam 3 bulan pertama, taskforce ini harus menghasilkan AI roadmap yang jelas, dengan timeline, ownership, dan target hasil finansial yang realistis.
Menutup Kesenjangan antara Strategi dan Eksekusi
Kebanyakan strategi AI gagal bukan karena kurangnya visi, melainkan karena ketidaksiapan eksekusi. Di sinilah peran CIO dan CDO menjadi penentu. Mereka bukan hanya penggerak teknologi, tetapi juga arsitek transformasi data dan penjaga tata kelola AI yang bertanggung jawab.
AI bukan sekadar inovasi, melainkan alat untuk mengembalikan profitabilitas dan efisiensi di tengah tekanan margin. Dan bagi perbankan Indonesia, saatnya beralih dari AI experimentation menuju AI execution with impact.